Minggu, 30 Januari 2011

Cara & Tips : Menulis Puisi Dengan Baik & Benar

Menulis puisi dengan baik itu gampang-gampang susah. Ada orang yang mengatakan “Saya bisa menulis puisi jika sedang berada di kamar yang sunyi.” Ada pula yang mengatakan “Saya bisa menulis puisi di mana saja.” Pendapat lain mengatakan “Saya bisa menulis puisi saat hati saya sedang sedih.”

Ungkapan-ungkapan di atas, hanya sebagian kecil saja pendapat orang tentang menulis puisi. Ada berbagai cara yang bisa digunakan untuk mengasah keterampilan menulis puisi dengan baik & Benar.

Puisi dapat ditulis berdasarkan catatan harian. Ikutilah langkah berikut ini jika Anda akan menulis puisi berdasar catatan harian:

1. Baca dan renungkan isi catatan harian yang Anda miliki!
2. Coretlah kata-kata yang tidak penting dan tambahkan katakata yang menurut Anda menarik untuk disertakan!
3. Hapuslah baris-baris yang tidak penting!
4. Atur dan urutkan kembali baris-baris yang sudah Anda pilih!
5. Bacalah kembali hasil akhir baris-baris itu!
6. Suntinglah kembali baris-baris itu sehingga menjadi barisbaris puisi yang menarik!

Puisi juga dapat ditulis berdasarkan hasil perenungan. Langkah langkah menulis puisi dari hasil perenungan adalah:

1. Duduklah di bawah pohon atau di tempat lain yang menyenangkan bagi Anda!
2. Pejamkan mata Anda dan pikirkanlah tentang hal yang menyenangkan, misalnya berlibur ke daerah pegunungan!
3. Hiruplah sejuknya udara dingin pegunungan!
4. Dengarkan suara burung yang berkicauan di dahan pohon!
5. Rasakan bahwa Anda sedang berada di tempat itu dan rasakan kenyamanannya!
6. Renungkanlah apa yang Anda rasakan! Renungkanlah bahwa semua keindahan itu merupakan karunia Tuhan!
7. Resapkanlah dalam hatimu yang telah Anda rasakan dan buka mata Anda perlahan!
8. Ungkapkanlah apa yang telah Anda rasakan, Anda lihat, Anda sanjung dalam renungan Anda dalam bentuk puisi!

Hal Hal yang Harus Diperhatikan Ketika Menulis Puisi :

IRAMA
Irama atau ritme berhubungan dengan pengulangan bunyi, kata, frasa, dan kalimat. Dalam puisi, irama berupa pengulangan yang teratur suatu baris puisi menimbulkan gelombang yang menciptakan keindahan. Irama dapat juga berarti pergantian keras-lembut, tinggirendah, atau panjang-pendek kata secara berulang-ulang dengan tujuan menciptakan gelombang yang memperindah puisi. Perhatikan puisi DOA karya Chairil Anwar! Dalam puisi tersebut terdapat pengulangan kata Tuhanku.

RIMA
Rima (persamaan bunyi) adalah pengulangan bunyi berselang, baik dalam larik maupun pada akhir puisi yang berdekatan. Bunyi yang berima itu dapat ditampilkan oleh tekanan, nada tinggi, atau perpanjangan suara. Perhatikan kutipan puisi DOA berikut ini!

Tuhanku
Dalam termangu
Aku masih menyebut namaMu
Biar susah sungguh
mengingat Kau penuh seluruh


Semoga bermanfaat.

Sabtu, 22 Januari 2011

Dalam Ketidakpastian

Kau ikat aku dalam belenggu hatimu,
Kau labuhkan aku dalam ketidakpastian arah,
Kau menarik aku dalam amarahmu,
Kau ajarkan aku arti keegoisanmu,

Terombang-ambing aku karenamu,
Semakin aku mencari kepastian,
Aku serasa tenggelam dalam ketidakpastian,
Semakin aku diam,
Serasa aku hidup dengan sebuah patung,

Kau mati,
Kau bisu,
Kau selalu begitu,
Kau tak punya arti,
Karena kau tak pernah memberi arti,

Kau sengaja mengulur hatiku,
Sampai hatiku benar-benar terkungkung,
Kau sengaja memancing amarahku,
Sampai aku benar-benar membencimu,

Kau sengaja melakukan semuanya,
Karena kau memang tak pernah menganggap aku ada.

Kamis, 20 Januari 2011

Dia yang selalu ada...

Aku salah menilaimu...
Aku salah menginginkanmu...
Aku salah memujamu...
Aku salah memujimu...
Aku salah mengagumimu...
Yah... terlalu banyak salah...

Ketika aku menangis sendiri...
Kau meninggalkanku...
Ketika aku terpuruk...
Kau tak ada...
Ketika aku terjatuh...
Kau acuh terhadapku...

Ku salah mengharapkanmu hadir...
Karena dia yang selalu ada...

Ku salah mengharapkanmu peduli...
Karena disaat aku menangis,
Dia selalu menyiapkan pundaknya untuk aku bersandar...

Ya... Karena dia selalu ada.

Jumat, 14 Januari 2011

Aku pun tak berharga, di matamu...

Tertatih aku membangun semua itu,
Tak sedikit air mata yang aku sembunyikan,
Riak tangisku pun tak terdengar,

Amarah mungkin memuncak,
Tapi tak sanggup diungkapkan,
Senyum pun mulai berbohong,
Tak sanggup lagi terpancar tulus,
Semua terpaksa,
Semua memaksa,
Semua dipaksa,

Aku tak sanggup berkata,
Tak mampu bersua,
Dan aku pun menjadi tak berharga,

Kau caci aku sesukamu,
Kau hina aku semaumu,
Kau tak pedulikan aku semampumu,
Hingga ku harus berlutut mengemis padamu,

Aku pun tak berharga,
Menjadi lemah dihadapan anda,
Tapi ku tetap tersenyum dengan bangga,
Meski aku tak pernah dianggap ada.

Minggu, 09 Januari 2011

Inilah kisahku “26 Mei 2008 dan KAOS KAKI?”

Aku bosan mendengar pertanyaan teman-teman yang datang ke rumah atau ke kosan aku. Mereka selalu saja mempertanyakan hal yang sama “Mi, kenapa kamu pake kaos kaki terus?”

Aku hanya tersenyum dan tak menjawab pertanyaan itu. Mungkin bagi sebagian orang yang dekat denganku tahu bagaimana kondisiku yang sebenarnya. Aku memang tersenyum menghadapi pertanyaan itu, tapi tahukah kalau aku menangis dalam hati karena pertanyaan itu!

Baiklah…

Aku lelah besembunyi dibalik senyumku. Aku lelah terlihat baik-baik saja di hadapan semua orang. Aku tak kuat untuk menyampaikan langsung kepada mereka. Mungkin lewat tulisan ini, mereka akan tahu keadaanku. Maaf untuk sahabatku di kampus yang tak perlu aku sebutkan namanya. Maaf yah sahabat, aku tak pernah sanggup untuk cerita kepada kalian.

Tanggal 26 Mei 2008 lah yang memaksaku untuk memakai kaos kaki. Peristiwa ini benar-benar mengubah hidupku. Singkat saja, hari Senin pukul 18.00 WITA itu aku mengalami kecelakaan. Dengan mengendarai motor dengan laju yang lamban ternyata tak menyelamatkanku dari peristiwa itu. Tiba-tiba saja mobil dengan laju yang sangat cepat menyambarku hingga aku harus terlempar ke tengah jalan.

Untung saja, saat itu aku masih sadarkan diri. Dengan merangkul kedua lutut, aku sadar kalau orang-orang telah mengerumini aku. Awalnya ku kira aku baik-baik saja. Namun rasa perih mulai terasa di kaki kananku yang membuat aku menjerit dan menangis tak tertahankan. Orang-orang pun membawaku ke RS terdekat. Mama, papa, guru, teman, dan sahabat-sahabatku setia mendampingiku. Aku mengira, kakiku hanya terkena luka kecil dan akan sembuh dengan beberapa jahitan.

Ternyata aku salah! Aku harus menjalani operasi. Entah berapa jam obat bius itu membuatku tertidur. Ketika sadar, papa ada disampingku sambil menggenggam tanganku. Dan aku melihat dia meneteskan air mata. Sedih rasanya, karena untuk pertama kalinya aku membuat papa menangis. Papa keluar dari ruang ICU dan gantian mama yang mendampingi aku. Mama pun menangis. Betapa perih rasanya melihat kedua orang tua meneteskan air mata.

Singkat cerita, hari-hari aku lalui dengan menggunakan tongkat dan kursi roda. Masa-masa yang sangat sulit ku hadapi. Hari jumat aku check up, ternyata dokter mengatakan “Kita akan melakukan operasi lagi untuk melepas kulit-kulit hitam yang mulai mengeras”. Tahukah kalian?? Aku sangat senang mendengar hal itu, karena itu berarti aku bisa sembuh.

Namun apa yang terjadi kawan?? Tuhan mengambil haknya, aku harus menerima kenyataan bahwa IBU JARI KAKIKU telah diAMPUTASI. Aku hanya bisa teriak dan menangis. Aku merasa saat itu hidupku tidak ada gunanya lagi. Sampai berhari-hari aku tak mengucapkan sepatah kata pun kepada semua orang. Yang aku lakukan hanya menangis dan menangis.

Orang-orang terdekatku selalu memberi semangat dan dorongan. Hingga suatu hari aku berusaha bangkit. Aku hadapi semua dengan senyuman. Selama setengah tahun lebih aku tak bisa berjalan. Aku bangkit, dan perlahan berjalan tanpa menggunakan tongkat. Berat rasanya kawan! Sakit tak tertahankan pun tak mengalahkan tekadku hingga aku harus terjatuh. Kaki kananku pun kembali mengeluarkan darah. Aku memang menangis, tapi aku tak menyerah. Tuhan benar-benar memberikan pelajaran berharga untukku.

Tak sedikit orang yang menertawaiku dengan keadaanku ini, kawan! Tak sedikit juga yang berempati kepadaku. Aku hanya berusaha untuk selalu tersenyum. Karena yang aku tahu, Tuhan itu adil. Ada jawaban yang akan aku dapat dari peristiwa ini. Pahit memang hidup dalam keadaan abnormal. Aku terkadang merindukan kaki aku yang dulu yang aku anggap sempurna. Tapi aku salah, sempurna dimataku ternyata tak sempurna dimata-NYA.

Aku tutupi kakiku yang cacat itu dengan KAOS KAKI. Mengapa? Karena aku malu. Malu dan takut jika semua orang tahu keadaanku, mereka akan menghindar dan menjauhiku. Lewat tulisan ini, terjawab sudah rasa penasaran kalian, kawan! Aku memang pengecut yang tak berani mengatakan keadaanku yang sebenarnya pada kalian secara langsung, tapi aku benar-benar tidak sanggup.

Jujur, ini sangat berat aku tulis. Sampai aku harus menangis. Tapi aku juga lelah menutupi semuanya. Kakiku pun belum sembuh total. Pada waktu-waktu tertentu akan muncul rasa sakit yang tak tertahankan. Sampai kaki kananku itu kaku dan tak bisa digerakkan sama sekali. Aku hanya berharap semua orang bisa menerimaku apa adanya. Hikmah terindah dari peristiwa ini adalah “KITA TAK PUNYA HAK ATAS DIRI KITA KARENA ADA YANG LEBIH BERHAK, KITA HANYA MEMILIKI KEWAJIBAN UNTUK MERAWAT DAN MEMELIHARANYA. KETIKA ALLAH BERKEHENDAK UNTUK MENGAMBILNYA, MAKA TAK ADA YANG DAPAT MENCEGAHNYA”


Hadapi masalah dengan senyuman dan jangan mudah menyerah!
Inilah kisahku...
Aku hanya mencoba berbagi...

Jumat, 07 Januari 2011

Sepi, Sendiri...


Di kesepian malam aku sendiri,
Pikiran menerawang menjelajah angkasa,
Ingin rasanya kubuka semua tabir gelap,
Sehingga bisa kunikmati indahnya rembulan,
Beserta gemerlapnya selaksa bintang,

Adakah sunyi itu sepi,
Dan sepi itu sunyi,
Ketika hasrat terbelenggu oleh ketidakberdayaan sebuah hati,
Ketika hati tak mampu lagi berbisik ke dalam nurani,

Kesendirian ini selalu menggerogoti tubuhku,
Kesepian terus mencoba melobangi jiwaku,
Perih yang kurasa menusuk sampai ke tulangku,
Terbang di antara angan,
Desir ombak pun mengayuh untuk terus menggebu,

Hati terpaut padamu,
Begitu mendendam rindu,
Biar keluh...
Biarkan menahan pilu,
Biar resah...
Biarkan menahan gundah.